- Back to Home »
- Umum »
- Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Posted by : Unknown
Rabu, 05 Maret 2014
Sekarang saya mau post tentang mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik.
Untuk artikel tentang Biologi nya dicicil
dulu yaa pak!!
Masih sibuk ngerjain laporan & makalah.
Jadi masih bingung mau post apa(?)
Semoga bermanfaat ^_^
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagaimana
telah kita ketahui bahwa tujuan pendidikan selain untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, juga untuk mengembangkan manusia seutuhnya. Dalam rangka pengembangan
manusia seutuhnya itu, tujuan pengajaran tidak terbatas hanya pada kawasan
kognitif, tetapi juga kawasan afektif dan psikomotorik. Pada hakikatnya, ketiga
kawasan itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, tetapi merupakan
satu kesatuan yang utuh.
Oleh karena itu,
berbicara tentang tujuan pengajaran tidaklah lengkap kalau hanya membicarakan
tujuan pengajaran pada kawasan afektif. Kita sering menemukan misalnya, orang
yang mengetahui benar arti dari rambu-rambu lalu lintas. Bahwa di persimpangan
jalan kalau lampu merah menyala, berarti tidak boleh jalan terus. Tetapi,
banyak dari mereka yang mengetahui arti rambu-rambu lalu lintas itu yang
melanggarnya. Contoh ini menunjukkan bahwa tidak hanya pengetahuan tentang
peraturan lalu lintas yang perlu diketahui, tetapi juga kesadaran tentang
nilai-nilai.
Terhadap hal ini
beberapa ahli berpendapat bahwa nilai itu tidak bisa diajarkan, seperti halnya
Matematika, Fisika, Ekonomi dan lain-lain. Nilai itu hanya bisa
"ditangkap" oleh siswa apabila ia ditampilkan dalam lingkungan mereka.
Salah satu strategi pengajaran yang dapat digunakan untuk maksud itu ialah
Teknik Klarifikasi Nilai atau Value
Clarification Technique (VCT) atau Teknik Pembinaan Sikap, Nilai, dan
Moral.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan nilai, moral, dan sikap ?
2. Bagaimanakah
keterkaitan antara nilai, moral dan sikap ?
3. Apa
saja karakteristik nilai, moral dan sikap ?
4. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap ?
5. Apa
perbedaan individu dalam perkembangan nilai, sikap dan moral ?
6. Apa
saja contoh upaya-upaya pengembangan nilai, moral dan sikap remaja dalam
penyelenggaraan pendidikan ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Agar dapat mengetahui
pengertian
nilai, moral dan sikap.
2. Mengetahui
keterkaitan antara nilai, moral dan sikap.
3. Mengetahui
karakteristik nilai, moral dan sikap.
4. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap.
5. Mengetahui
perbedaan individu dalam perkembangan nilai, sikap dan moral.
6. Mengetahui
contoh upaya-upaya pengembangan nilai, moral dan sikap remaja dalam
penyelenggaraan pendidikan.
D.
Metode
Penulisan
Metode yang kami
gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah diskriptif dan studi kepustakaan atau bersifat
kajian pustaka (library research), serta berbagai sumber dari internet untuk
lebih melengkapi isi dari makalah ini.
BAB II
PERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP
A. Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap
Nilai (value)
merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan, ukuran untuk
menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Nilai adalah berupa norma,
etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama, dan rujukan
lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang dalam
menjalani kehidupannya.
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna, 1988 : 5).
Sopan santun, adat, dan kebiasaan serta nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila adalah nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan seseorang dalam
kedudukannya sebagai warga negara Indonesia dalam hubungan hidupnya dengan
negara serta dengan sesama warga negara.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang
termasuk dalam sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, antara lain:
1. Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2. Mengembangkan
sikap tenggang rasa.
3. Tidak
semana-mena terhadap orang lain, berani membela kebenaran dan keadilan, dan
sebagainya.
Moral adalah
ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya (Purwodarminto, 1957 : 957). Dalam moral diatur segala perbuatan
yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan sesuatu perbuatan yang dinilai tidak
baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan
antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan
kendali dalam bertingkah laku.
Sikap adalah
keseluruhan dari kecenderungan dan perasaan, pemahaman, gagasan, rasa takut,
perasaan terancam dan keyakinan-keyakinan tentang suatu hal. Sikap adalah
kesiapan seseorang untuk memperlakukan sesuatu objek. Dengan kata lain bahwa
sikap itu adalah kecenderungan bertindak pada seseorang.
Sikap berkaitan
dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang, dapat diramalkan tingkah
laku apa yang dapat terjadi dan akan diperbuat jika telah diketahui sikapnya.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi berupa
kecenderungan (predisposisi) tingkah laku. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek tersebut.
B. Saling Keterkaitan antara Nilai,
Moral, dan Sikap
Nilai merupakan
dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan perilaku yang
seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan kecenderungan
individu untuk merespon terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai
perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam dirinya.
Dalam kaitannya
dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol dalam
bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud.
Misalnya dalam pengamalan nilai hidup : tenggang rasa, dalam perilakunya
seseorang akan selalu memperhatikan orang lain.
Nilai yang
dimiliki seseorang dapat mengekspresikan mana yang lebih disukai dan mana yang
tidak disukai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai menyebabkan sikap.
Nilai merupakan faktor penentu bagi pembentukan sikap. Tetapi jelas bahwa sikap
seseorang ditentukan oleh banyak nilai yang dimiliki oleh seseorang.
Nilai bersifat
abstak, berada di balik fakta, memunculkan tindakan, terdapat dalam moral
seseorang, muncul sebagai ujung proses psikologis, dan berkembang ke arah yang
lebih kompleks.
Dengan demikian,
kerkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku
akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu
dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan
terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya
terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
C. Karakteristik Nilai, Moral dan
Sikap Remaja
Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol yang
berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan akan
pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan
sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk
menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang (Sarwono,1989).
Pembentukan nilai-nilai baru ini dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi
terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengembangkannya
sendiri.
Karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal, yakni mulai mampu berfikir abstrak dan mulai mampu memecahkan
masalah-masalah yang bersifat hipotetis, maka pemikiran remaja terhadap suatu
permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi
juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).
Michel meringkas
lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja, yaitu :
1) Pandangan
moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2) Keyakinan
moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3) Penilaian
moral menjadi semakin kognitif.
4) Penilaian
moral menjadi kurang egosentris.
5) Penilaian
moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.
Menurut Furter
(1965), kehidupan moral merupakan problematika yang pokok dalam masa remaja.
Maka perlu kiranya untuk meninjau perkembangan moralitas mulai dari waktu anak
dilahirkan.
Kohlberg
mengemukakan enam tahap (stadium) yang berkembang secara universal dan dalam
urutan tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan moral, yaitu :
I.
Prakonvensional, yang terdiri dari
stadium 1 dan 2.
Tingkat
prakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral yang masih
ditafsirkan oleh individu atau anak berdasarkan akibat fisik yang akan
diterimanya baik berupa sesuatu yang menyakitkan maupun sesuatu yang
menyenangkan.
Tingkat
prakonvensional memiliki dua tahap, yaitu :
Pada stadium 1,
anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman.
Pada stadium 2,
berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak tidak lagi secara
mutlak tergantung pada aturan yang ada diluar dirinya.
II. Konvensional,
yang terdiri dari stadium 3 dan 4.
Tingkat
konvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral yang harus
dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok atau mesyarakat.
Tingkat
konvensional memiliki dua tahap, yaitu :
Stadium 3, menyangkut orientasi
mengenai anak yang baik.
Stadium 4, yaitu tahap
mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.
III. Post-konvensional,
yang terdiri dari stadium 5 dan 6.
Tingkat
pascakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral yang
dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki
keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan
kelompok tersebut.
Tingkat
pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu :
Stadium 5, merupakan tahap
orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Stadium 6, disebut prinsip
universal. Pada tahap ini ada norma etik disamping norma pribadi dan subjektif.
Menurut Furter
(1965), menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai. Mengerti nilai-nilai tidak
berarti hanya memperoleh pengertiannya saja melainkan juga dapat
menjalankannya/mengamalkannya.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Lingkungan merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan dan
perkembangan nilai, moral dan sikap individu (Horrocks : 1976. Gunarsa : 1988).
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral dan sikap
individu ini mencakup aspek psikologis, sosial, budaya dan fisi kebendaan,
seperti yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Berdasarkan
sejumlah penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui
identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Menurut
psikoanalisis moral dan nilai menyatu dalam konsep superego. Superego dibentuk
melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang
datang dari luar (khususnya dari orangtua) sedemikian rupa sehingga akhirnya
terpancar dalam diri sendiri.
Teori
non-psikoanalisis beranggapan bahwa hubungan anak dan orangtua bukan
satu-satunya sarana pembentuk moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat
sendiri mempunyai peranan penting dalam pembentukan moral.
Diantara segala
unsur lingkungan sosial yang berpengaruh, yang sangat penting adalah unsur lingkungan
berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai
perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini, lingkungan sosial terdekat
berfungsi sebagai pendidik dan pembina. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan
terhadap nilai hidup dan moral, makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk
tingkah laku yang sesuai.
Teori
perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral
bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral
terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak. Perkembangan moral dipengaruhi
oleh perkembangan nalar sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi
tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan, makin tinggi pula
tingkat moral seseorang.
E. Perbedaan Individual dalam
Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Istilah moral berasal dari kata latin “Mos” (Moris), yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan, nilai-nilai atau tata cara
kehidupan. Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan mempengaruhi perkembangan moral.
Sesuatu yang
dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu kelompok
masyarakat sosial tertentu belum tentu dinilai positif oleh kelompok masyarakat
lain. Sama halnya dengan sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta
dinilai positif oleh suatu keluarga tertentu belum tentu dinilai positif oleh
keluarga lain. Ada suatu keluarga yang mengharuskan para anggota keluarganya
berpakaian muslimah dan sopan karena cara berpakaian seperti itulah dipandang
bernilai dan bermoral. Akan tetapi, ada keluarga lain yang lebih senang dan
memandang lebih bernilai jika anggotanya berpakaian modis, trendi, dan
mengikuti tren mode yang sedang marak
dikalangan selebritis.
Setiap individu
mempunyai perbedaan dalam menyikapi nilai, moral dan sikap tergantung dimana
individu tersebut berada. Pada anak-anak terdapat anggapan bahwa aturan-aturan
adalah pasti dan mutlak karena diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan yang
tidak bisa diubah lagi (Kohlberg, 1963). Sedangkan pada anak-anak yang berusia
lebih tua, mereka bisa menawar aturan-aturan tersebut kalau disetujui oleh
semua orang.
Oleh sebab itu,
hal yang wajar jika terjadi perbedaan individual dalam suatu keluarga atau
kelompok masyarakat tentang sistem nilai, moral, maupun sikap yang dianutnya.
Perbedaan individual didukung oleh fase, tempo, dan irama perkembangan
masing-masing individu. Dalam teori perkembangan pemikiran moral dari Kohlberg
juga dikatakan bahwa setiap individu dapat mencapai tingkat perkembangan moral
yang paling tinggi, tetapi kecepatan pencapaiannya juga ada perbedaan antara
individu satu dengan lainnya meskipun dalam suatu kelompok sosial tertentu.
Dengan demikian, sangat dimungkinkan individu yang lahir pada waktu yang
relatif bersamaan, sudah lebih tinggi dan lebih maju tingkat pemikirannya.
F.
Upaya Mengembangkan Nilai, Moral
dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses
yang dilalui seseorang dalam pengembangan nilai-nilai hidup tertentu adalah
sebuah proses yang belum seluruhnya dipahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980 :
17). Apa yang terjadi didalam diri pribadi seseorang hanya dapat didekati
melalui cara-cara tidak langsung, yakni dengan mempelajari gejala dan tingkah
laku seseorang ataupun dengan membandingkan dengan gejala atau tingkah laku
orang lain.
Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Tidak
semua individu mencapai pengembangan nilai-nilai hidup, moral dan tingkah laku
seperti yang diharapkan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah sebagai berikut :
1)
Menciptakan
Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian
informasi tentang nilai-nilai dan moral. Tidak hanya memberikan evaluasi,
tetapi juga merangsang anak supaya lebih aktif dalam beberapa pembicaraan dan
pengambilan keputusan di lingkungan
keluarga, teman sepergaulan, serta organisasi atau kelompok. Sedangkan di
sekolah misalnya anak diberikan
kesempatan untuk diskusi kelompok. Anak tidak hanya harus mendengarkan
tetapi juga harus dirangsang agar lebih aktif. Misalnya mengikutsertakan anak
dalam pengambilan keputusan di keluarga dan pemberian tanggung jawab dalam
kelompok sebayanya. Karena nilai-nilai kehidupan yang dipelajari barulah betul-betul
berkembang apabila telah dikaitkan dalam konteks kehidupan bersama.
2)
Menciptakan Iklim
Lingkungan yang Serasi
Seseorang yang mempelajari nilai hidup, moral dan
sikap tertentu kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah laku sebagai
pencerminan nilai hidup itu umumnya adalah seseorang yang hidup dalam
lingkungan secara positif, jujur dan konsekuen dalam tingkah laku yang
merupakan pencerminan nilai hidup tersebut.
Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan
tersendiri karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan suatu pedoman atau
petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman atau petunjuk ini
bertujuan untuk menumbuhkan identitas diri, kepribadian yang matang dan
menghindarkan diri dari konflik-konflik yang selalu terjadi di masa ini.
Nilai-nilai keagamaan perlu mendapat perhatian karena agama juga mengatur
tingkah laku baik dan buruk seseorang.
Dapat dikatakan bahwa suatu lingkungan yang bersifat mengajak, mengundang, atau
memberi kesempatan akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan
adanya larangan-larangan yang bersifat serba membatasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1)
Nilai (value) merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan,
ukuran untuk menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk.
Moral adalah
ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya.
Sikap adalah
keseluruhan dari kecenderungan dan perasaan, pemahaman, gagasan, rasa takut,
perasaan terancam dan keyakinan-keyakinan tentang suatu hal.
2)
Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu
untuk sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau
dihindari, sedangkan sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon
terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sistem nilai
dan moral yang ada di dalam dirinya.
3)
Karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal, yakni mulai mampu berfikir abstrak dan mulai mampu memecahkan
masalah-masalah yang bersifat hipotetis, maka pemikiran remaja terhadap suatu
permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi
juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.
4)
Lingkungan
merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan dan perkembangan nilai, moral dan
sikap individu.
5)
Sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral
serta dinilai positif oleh suatu kelompok masyarakat sosial tertentu belum
tentu dinilai positif oleh kelompok masyarakat lain.
6)
Upaya-upaya
yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah menciptakan
komunikasi disamping memberi informasi dan remaja diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam aspek moral, serta menciptakan sistem lingkungan yang
serasi/kondusif.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan setelah mengkaji
tentang perkembangan nilai, moral dan sikap pada remaja adalah :
1)
Orangtua di rumah harus bertanggung
jawab untuk mendidik moral anaknya.
2)
Guru di sekolah juga bertanggungjawab
untuk mendidik moral peserta didiknya, tidak hanya sekedar pintar dalam
keilmuan tetapi juga harus pintar dalam bertindak dan bersikap (berakhlak).
3)
Masyarakat harus turut ikut serta dan
mendukung anak yang bermoral baik.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta : Grasindo.
Ali, Mohammad., Asrori,
Muhammad. 2006. Psikologi Remaja.
Jakarta : PT Bumi Aksara.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling &
Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama.
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Grasindo.
Sunarto., Hartono,
Agung. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.
Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan Bagian III : Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung :
Imtima.